Berdasarkan filosofi Jawa, ketupat memiliki makna khusus yakni âNgaku Lepatâ yang artinya meminta maaf dan âLaku Papatâ yang berarti empat tindakan.
Pada mulanya, ketupat lahir ketika agama Islam mulai masuk ke Nusantara. Tradisi ketupat ini diperkenalkan oleh Raden Mas Sahid atau yang biasa disebut dengan Sunan Kalijaga di masa Kejayaan Demak Bintoro. Kerajaan Islam yang meruntuhkan Majapahit ini membangun kekuatan politik dan penyiaran agama Islam dengan pendekatan budaya agraris.
Jay Akbar di majalah Historia edisi Agustus 2010 pernah mengutip pendapat H.J. de Graaf dalam Malay Annals. Menurut Graaf, ketupat merupakan simbol perayaan hari raya Islam pada masa pemerintahan Demak di bawah Raden Patah awal abad ke-15. Kulit ketupat yang terbuat dari janur berfungsi untuk menunjukkan identitas budaya pesisiran yang ditumbuhi banyak pohon kelapa.
Warna kuning pada janur dimaknai oleh de Graff sebagai upaya masyarakat pesisir Jawa untuk membedakan warna hijau dari Timur Tengah dan merah dari Asia Timur.
Sementara Djawahir Muhammad, budayawan dari Semarang, memberikan tafsir ikhwal anyaman dari janur yang terlihat rumit sebagai simbol dari kesalahan tiap individu yang memang beragam. âKetika ketupat dibuka, maka terlihatlah isinya yang berwarna putih yang mencerminkan hati yang putih dan suci,â ujarnya.
Selain itu, bentuk ketupat yang saling menyambung juga melambangkan kesempurnaan umat muslim setelah menjalani ibadah puasa serta menahan nafsu selama sebulan.